Posts tagged ‘Formalin’

Mencegah Lebih Baik daripada Mengobati

MOTO KESEHATAN : TINDAKAN PENCEGAHAN LEBIH BAIK DARIPADA PENGOBATAN.

Pencegahan penyakit ternak pada prinsipnya terdiri dari dua komponen, yaitu tindakan sanitasi dan vaksinasi. Tindakan sanitasi sendiri secara berurutan terdiri atas tindakan dekontaminasi dan desinfeksi. Desinfeksi dengan penggunaan desinfektan yang tidak didahului dengan dekontaminasi menyebabkan ketidakefektifan tindakan sanitasi.
image

Penghapushamaan (Dekontaminasi) dan Deisinfeksi Kandang serta Peralatan

Dekontaminasi didefinisikan sebagai proses fisik untuk menghilangkan bahan-bahan biologis dan anorganik dari permukaan suatu bangunan, termasuk kandang dan peralatan. Sedangkan desinfeksi merupakan proses penghancuran organisme patogenik. Jadi dekontaminasi yang menyeluruh digunakan untuk mencapai desinfeksi yang efektif. Dekontaminasi merupakan upaya untuk membersihkan seluruh bagian kandang dan peralatan dari kotoran-kotoran yang menempel dengan jalan mencuci bersih menggunakan deterjen atau dengan mengapur dinding kandang sebagai persiapan desinfeksi kandang dan peralatan.

Desinfektan dan Antiseptika

Desinfektan adalah preparat kimia yang digunakan untuk desinfeksi kandang dan peralatan, guna membasmi mikroorganisme, khususnya mikroorganisme yang membahayakan. Preparat ini tersedia secara komersial yang masing-masing memiliki karakteristik kimiawi, toksisitas, biaya dan penggunaan tertentu. Desinfektan merupakan bahan kimia yang dapat mematikan mikroorganisme yang sedang dalam keadaan tidak aktif, sehingga hanya mematikan bentuk vegetatif dari mikroorganisme, tetapi tidak efektif terhadap spora. Desinfektan dapat mencegah infeksi dengan jalan penghancuran atau pelarutan jasad renik yang patogen. Desinfektan digunakan untuk barang-barang tak hidup, misal : ruang operasi, kandang alat-alat operasi dan sebagainya.

Antiseptika adalah semua senyawa yang dapat membunuh atau mencegah perkembangan mikroorganisme. Antiseptika biasanya digunakan untuk jaringan hidup.

Konsentrasi antiseptika biasanya rendah, guna menghindari kerusakan jaringan. Kadar antiseptika yang tinggi dapat membunuh sel-sel bakteri maupun jaringan hidup yang terkena. Konsentrasi antiseptika yang rendah hanya cukup untuk menghambat perkembangbiakan jasad renik, sehingga bersifat bakteriostatik.

Pengetahuan tentang desinfektan dan antiseptika perlu dikembangkan, karena tidak semua desinfektan atau antiseptika dapat digunakan untuk pengendalian mikroorganisme secara umum. Desinfektan atau antiseptika tertentu hanya cocok untuk mengendalikan mikroorganisme tertentu, tidak mampu mengendalikan mikroorganisme lain. Beberapa jenis desinfektan atau antiseptika ada yang hanya efektif pada lapisan luar saja, ada yang memiliki daya kerja yang luas terhadap mikroorganisme dan ada pula yang hanya bisa mengatasi sejumlah kecil mikroorganisme. Pengguna desinfektan atau antiseptika dituntut bisa melakukan pilihan secara tepat, sehingga minimal harus mengetahui kelemahan dan keunggulan masing-masing desinfektan atau antiseptika.

Bakteri dalam bentuk spora lebih tahan terhadap desinfektan. Hal ini disebabkan karena dinding spora bersifat impermeabel dan asam ribonukleat di dalam protoplasma memiliki ketahanan yang tinggi terhadap pengaruh buruk dari desinfektan.

Desinfektan dan antiseptika berbeda dengan antibiotik, karena desinfektan dan antiseptika memiliki toksisitas selektif yang rendah, keduanya bersifat toksik tidak hanya pada mikroba patogen tetapi juga terhadap sel inang. Oleh karena itu, desinfektan hanya digunakan untuk membunuh mikroorganisme pada lingkungan mati, sedangkan antiseptika mungkin hanya digunakan pada jaringan hidup terbatas pada permukaan kulit

Sifat-sifat penting Desinfektan dan Antiseptika

Beberapa sifat-sifat penting antiseptika dan desinfektan, antara lain :

– Harus memiliki sifat antibakterial yang luas.
– Tidak mengiritasi jaringan hewan atau manusia.
– Memiliki sifat racun yang rendah, tidak berbahaya bagi manusia maupun ternak.
– Memiliki daya tembus yang tinggi.
– Tetap aktif meskipun terdapat cairan tubuh, darah, nanah dan jaringan yang mati.Tidak mengganggu proses kesembuhan.
– Tidak merusak alat-alat operasi, lantai kandang dan dinding.
– Tidak menimbulkan warna yang mengganggu pada jaringan yang dioperasi.
– Harga murah, karena biasanya diperlukan dalam jumlah yang besar.

Desinfektan, selain memiliki sifat-sifat tersebut di atas, maka harus memiliki juga sifat-sifat berikut :

– Mampu menembus rongga-rongga, liang-liang, maupun lapisan jaringan organik, sehingga memiliki efek mematikan mikroorganisme yang lebih tinggi.
– Harus bisa dicampur dengan air, karena air merupakan pelarut yang universal dan dengan senyawa-senyawa lain yang digunakan untuk desinfeksi.
– Harus memiliki stabilitas dalam jangka waktu yang panjang.
– Efektif pada berbagai temperatur. Walaupun desinfektan daya kerjanya akan lebih baik pada temperatur tinggi, namun desinfektan yang bagus adalah desinfektan yang daya kerjanya tidak menurun jika temperaturnya menurun. Pada umumnya desinfektan bekerja baik pada temperatur di atas 650F. Klorin dan Iodifor sebagai desinfektan bekerja baik tidak lebih dari 1100F.

Pada usaha peternakan, desinfektan digunakan untuk mencegah ataupun mengendalikan penyakit infeksi. Desinfeksi terhadap kandang, bangunan-bangunan dan alat-alat peternakan dapat mencegah timbulnya penyakit menular. Pada saat bedah bangkai dan penguburan hewan mati karena penyakit menular, desinfektan juga banyak digunakan guna mencegah penularan penyakit Pada peternakan sapi perah, antiseptika digunakan untuk mencegah penyakit radang ambing atau mastitis. Larutan antiseptika juga dipakai untuk mencuci alat-alat yang berhubungan dengan proses pengolahan susu, misalnya kaleng susu, botol, ember, tangki dan sebagainya.

Diperlukan pertimbangan konsentrasi dan waktu kontak desinfektan yang cukup, sehingga penggunaan desinfektan menjadi aman, efisien dan efektif. Penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi dan kontak waktu yang terlalu lama menyebabkan desinfektan menjadi tidak praktis, mahal, membakar kulit dan berbahaya bagi ternak. Perlu dipertimbangkan pula aktivitasnya dalam melawan bakteri, virus, fungi dan protozoa, misalnya 4% asam asetat bisa membunuh virus PMK, namun tidak membunuh Mycobacterium paratuberculosis, yang merupakan penyebab John Disease. Label produk harus dicek tanggal kadaluwarsanya, karena penggunaan desinfektan yang kadaluwarsa menyababkan tidak efektif lagi untuk mendesinfeksi. Waktu kontak kebanyakan desinfektan berkisar antara 20 menit sampai dengan 30 menit.

image

Macam-macam Desinfektan dan Antiseptika

Desinfektan dan antiseptika bisa digolongkan berdasarkan cara fisis dan kimiawi. Secara fisis, yang penting adalah penggunaan panas dan sinar. Panas dapat diperoleh dengan dilewatkan melalui pemanas atau dengan air yang dipanaskan, kemudian disemprotkan ke tempat yang disucihamakan. Jenis sinar yang digunakan dalam sterilisasi adalah sinar ultraviolet dan sinar gamma. Di Indonesia, kecuali untuk peternakan ayam, secara fisis di atas hanya dilakukan dengan menggunakan air panas, selain murah dan gampang dilakukan, juga memiliki kelebihan lain yaitu air dapat memasuki lubang-lubang kecil.

Desinfektan bisa digunakan dengan variasi cara, antara lain : spray, sabun, aerosol atau fumigan.

Secara kimiawi, terdapat beberapa jenis senyawa desinfektan yang tersedia secara komersial dengan karakteristik pemakaian tertentu, yaitu :

Kresol, merupakan biosida yang murah dan efektif bila digunakan untuk bangunan dan tanah, termasuk dinding kandang dan peralatan kandang, Bersifat korosif, toksik pada konsentrasi tinggi dan meninggalkan warna. Senyawa ini tidak boleh digunakan pada kandang yang di dalamnya ada ternak hidup, telur atau daging yang diproses, karena dapat mengakibatkan kontaminasi pada produk-produk tersebut dan bersifat toksik pada manusia dan ternak. Desinfektan ini sangat efektif mengatasi jamur, virus, bakteri, karena mampu mematikan mikroorganisme tersebut.

Fenol organik, cocok digunakan untuk tempat penetasan (hatchery) dan untuk desinfeksi peralatan di dalamnya. Fenol ektif melawan bakteri, virus dan fungi, termasuk bakteri penyebab Tuberkulosis dan John’s Disease serta virus PMK. Fenol dan beberapa senyawa fenolik mempunyai kegunaan sebagai antiseptika, desinfektan atau bahan pengawet.

Amonium kuarterner, dianjurkan untuk mendesinfeksi kandang, peralatan dan tempat penetasan Senyawa ini memiliki dua bagian pada struktur kimianya, satu bagian bersifat hidrofilik dan bagian lain bersifat hidrofobik. Desinfektan ini efektif melawan bakteri gram negatif maupun positif, fungi, virus, tetapi tidak efektif melawan virus PMK ataupunMycobacterium paratuberculosis, bakteri penyebab John’s Disease. Keberadaan materi organik, seperti feses akan menurunkan aktifitasnya. Desinfektan ini tergolong mudah larut dalam air, sangat efektif menghilangkan bau-bauan, daya kerja tinggi dan tidak berefek pada kulit manusia, meskipun juga menyebabkan karat. Keunggulan lain dari desinfektan ini adalah mudah menembus bagian-bagian sebelah dalam yang menjadi sasaran sanitasi. Kelemahan desinfektan ini adalah menyebabkan karat dan memiliki sifat racun yang tinggi.

Klorin, banyak digunakan di rumah potong, disamping itu pula digunakan untuk menjernihkan air pada peternakan, air minum, sanitasi telur, desinfeksi abattoir (RPH) dan RPA serta kandang ayam. Kaporit atau hipoklorit sering untuk sanitasi sapi perah dan lebih aktif dalam air hangat. Efektif melawan bakteri, banyak virus, terutama parvovirus. Bisa dicampur dengan sabun, tetapi jangan dicampur asam. Aktivitasnya yang kuat menurun dengan adanya materi organik, terutama amoniak atau senyawa-senyawa amino. Desinfektan ini termasuk golongan halogen keras yang bisa mematikan bakteri, virus dan jamur dalam waktu relatif singkat. Kelemahan desinfektan ini adalah mudah menyebabkan perkaratan pada peralatan yang berasal dari bahan metal serta dapat merusak kulit manusia. Larutan chlorin efektif sebagai bakterisidal yang digunakan dalam kolam renang. Khlor (Cl2} dalam air membentuk asam hipoklorit (HOCl) dan asam Hidrokhloride (HCl) dengan reaksi : Cl2 + H2O ↔ HOCl. Asam HOCl selanjutnya berperan sebagai desinfektan, bereaksi dengan bervariasi senyawa, baik dengan senyawa anorganik maupun organik atau terurai menjadi menjadi ion Hdan OCl, dengan reaksi : HOCl → H+ + OCl Derajat ionisasi dipengaruhi oleh pH. Ionisasi terjadi pada pH asam sampai netral, sedangkan pada pH alkalis, ionisasi akan dihambat.

Formalin/formaldehid, cocok untuk fumigasi telur yang terdapat di dalam almari yang dirancang khusus dan harus hati-hati terhadap petugas yang menggunakannya, karena formalin merupakan senyawa korosif dan bersifat karsinogenik. Keunggulan dari desinfektan ini adalah mudah menembus bagian-bagian sebelah dalam yang menjadi sasaran sanitasi. Gas dapat diperoleh dengan jalan mencampur Kalium Permanganat dengan formalin. Supaya efektif, maka fumigasi dilakukan pada suhu 30o – 60oC dan kelembaban di atas 75%. Fumigasi ini sangat efektif untuk desinfeksi kandang ayam, dengan syarat kandang dikosongkan, seluruh sela-sela ditutup tirai plastik cukup rapat, dan didiamkan selama 3 – 5 hari. Kandang akan terbebas dari bakteri, jamur dan virus yang mungkin bisa menyebabkan wabah penyakit.

Iodofor, bisa digunakan sebagai antiseptika dan desinfektansia. Iodofor adalah kombinasi iodine dan agen-agen yang larut di dalamnya. Iodofor akan membebaskan iodin bebas jika dilarutkan dalam air. Iodofor merupakan desinfektan yang baik, namun tidak efektif bila ada senyawa organik. Sifat Iodofor kurang toksik dibandingkan desinfektan yang lain. Kekurangannya adalah meninggalkan bekas warna pada pakaian dan permukaan yang lain. Iodine bebas bersifat toksik pada kulit, sehingga dalam penggunaannya Iodine dikombinasikan dengan senyawa organik yang lain dan disebut Iodophor. Contoh Iodophor adalah povidone-iodine (Betadine) yang sering digunakan sebagai antiseptik di rumah sakit. Iodophor merupakan desinfektan yang termasuk golongan halogen. Bahan ini merupakan sintetis dari yodium dan zat organis yang memiliki kemampuan mikrosidal. Desinfektan ini cocok untuk mengatasi semua bakteri gram positif maupun gram negatif, virus dan jamur. Pada konsentrasi 50 – 75 ppm digunakan sebagai desinfektan pada inkubator, kandang ayam dan RPA. Pada konsentrasi 12,5 – 25 ppm untuk sanitasi telur. Pada konsentrasi yang lebih rendah dari 12,5 ppm digunakan untuk antiseptika, dan dicampurkan dalam air minum ayam.

Dikenal juga berbagai antiseptika dan desinfektan bersifat asam, antara lain :

Asam anorganik, HCl dan H2SO4 0,1 N telah dipakai untuk desinfeksi ruangan yang tercemar tinja. Keduanya korosif, sehingga tidak dianjurkan. Asam borat 2 – 5% digunakan untuk jaringan kulit. Bersifat tidak merangsang jaringan, namun daya mematikan jasad reniknya tidak besar.

Asam organik, seperti asam salisilat dan benzoat banyak dipakai sebagai salep. Bersifat germisid lemah, melunakkan tanduk dan dapat membunuh jamur.

Beberapa alkali juga bisa digunakan untuk desinfeksi. Contoh-contoh alkali yang bisa berperan sebagai desinfektan, antara lain:

Caustic soda/ NaOH (sodium hydroxide), sangat aktif jika dicampur dengan air panas, namun bersifat merusak cat, plitur dan tekstil. Perlu melindungi diri pada saat penggunaan, dengan pakaian, sarung tangan, sepatu karet.

CaO (lime/Quiclime) atau gamping, jika ditambah dengan air maka CaO menjadi Ca(OH)2, yang bersifat melarutkan kuman. Gamping banyak dipakai untuk lantai maupun halaman. Apabila berlebihan, akan merusak kuku babi, kambing maupun sapi. Gamping tidak bisa membunuh spora kuman anthrax dan Clostridium. Ca(OH)di dalam air dengan perbandingan 1 : 4, menghasilkan milk of lime, digunakan untuk desinfeksi lantai tercemar tinja dan guna mencapai hasil yang memuaskan, maka penggunaan minimal 2 jam. Larutan campuran CaO dengan belerang yang direbus, bisa dipakai sebagai pembunuh parasit.

Khlorhexidine (Nolvasan-S), merupakan sediaan khlor sintetik, alkalis dan mudah larut dalam air serta tidak bersifat toksik. Secara luas bersifat virusidal, terutama terhadap penyebab rabies, efektif melawan bakteri gram positif maupun negatif. Daya kerja tidak dipengaruhi oleh darah, nanah, percikan air susu dan cairan jaringan. Khlor sintetik dipakai untuk desinfeksi alat-alat pemerahan dan ambing. Larutan 0,2 – 5%, digunakan untuk teat dipping. Kadang-kadang khlorhexidine dikombinasi dengan surfaktan, zat warna atau bahan lain, misal : gliserin. Sediaan khlor yang juga banyak dipakai, antara lain : sodium dan kalsium hipoklorit, kaporit, khloramin-T dan iodine monokhloride.

Keampuhan Antiseptika dan desinfektansia

Antiseptika dan desinfektansia sebagai bahan antimikrobial memiliki kekuatan keampuhan membunuh bakteri tertentu. Guna mengetahui keampuhan bahan antimikrobial seringkali digunakan istilah

koefisien fenol, yaitu keampuhan antimikrobial tertentu yang dibandingkan dengan keampuhan yang dimiliki fenol. Koefisien fenol kurang dari satu, berarti antimikrobial tersebut kurang efektif dibandingkan fenol. Sebaliknya koefisien lebih besar dari satu, menunjukkan bahwa antimikrobial tersebut lebih ampuh daripada fenol.

Hasil penelitian Rahayu (2006), menunjukkan bahwa keampuhan alkohol, etanol 70% terhadap bakteri penyebab mastitis, yaituStaphylococcus aureus, cukup besar, yaitu 4 kali kekuatan fenol. Tabel 2.1., meyajikan hasil uji koefisien fenol sensitifitas etanol 70% terhadap Staphylococcus aureus.

Kekuatan etanol dalam membunuh Staphylococcus aureus jauh lebih besar daripada fenol. Etanol menunjukkan aktivitas antimkroba yang cepat dengan spektrum luas melawan bakteri vegetatif, virus, jamur, tetapi tidak sporosidal. Sel Staphylococcus aureus sebagai penyebab mastitis tidak memiliki spora sehingga akan mati dengan pemberian etanol.

Diperlukan pertimbangan konsentrasi dan waktu kontak yang cukup pada penggunaan desinfektan, sehingga penggunaan desinfektan menjadi aman, efisien dan efektif. Penggunaan konsentrasi yang terlalu tinggi dan kontak waktu yang terlalu lama menyebabkan desinfektan menjadi tidak praktis, mahal, membakar kulit dan berbahaya bagi ternak. Hasil penelitian menunjukkan bahwa etanol dengan konsentrasi 70 % secara efektif bisa digunakan untuk dipping puting sapi perah post pemerahan guna mencegah kejadian mastitis, dengan lama pencelupan 10 menit. Pada penggunaan etanol 90%, zone hambat terhadap Staphylococcus aureus lebih kecil dibandingkan etanol 70%. Hal ini berkaitan dengan aktivitas katalitik air yang menurun, karena jumlah air dalam larutan berkurang pada etanol 90%. Etanol dengan konsentrasi di bawah 50% tidak efektif membunuh bakteriStaphylococcus aureus.

Level kaporit yang menghasilkan daya hambat tertinggi terhadap Staphylococcus aureus dicapai pada level 60 ml/L, yang merupakan konsentrasi tertinggi dalam percobaan. Sedangkan pada Iodofor, dicapai pada level 10 ml/L, yang merupakan level terendah dari perlakuan yang dicobakan. Iodofor 10 ml/L menghasilkan daya hambat yang tertinggi terhadap Staphylococcus aureus, karena pada konsentrasi tersebut merupakan konsentrasi yang paling efektif bagi Iodophor sebagai antiseptik pada kulit puting dan bekerja dengan cara inaktivasi protein mikroba. Pada level Iodophor yang lebih tinggi dari 10 ml/L daya hambat Iodophor terhadap Staphylococcus aureusmenurun. Hal ini disebabkan konsentrasi antiseptika yang tinggi akan mengurangi jumlah air, padahal air memiliki peran aktivitas katalitik terhadap denaturasi protein mikroba.

Selain desinfektan dan antiseptika, beberapa istilah yang berkaitan dengan desinfektan dan antiseptika harus diketahui, antara lain :

Bakterisid, merupakan bahan kimia yang mempunyai daya kerja mematikan sel-sel bakteri.
Mikrobisid, merupakan bahan kimia yang daya kerjanya mematikan lebih dari satu macam mikroorganisme, misalnya bakteri, virus, protozoa, dsb.
Bakteriostat, merupakan bahan kimia yang hanya menghambat perkembangan bakteri, jadi tidak mematikan bakteri.
Sanitaiser, merupakan bahan kimia yang dapat menekan jumlah bakteri pada suatu lingkungan tertentu, sehingga lingkungan tersebut aman dari serangan penyakit. Sanitaiser tidak mematikan semua bentuk mikroorganisme yang berada di permukaan, tetapi hanya membatasi perkembangbiakannya sehingga sumber penyakit tersebut tidak mampu menimbulkan infeksi.

Sumber: http://imbang.staff.umm.ac.id

Penggunaan Obat untuk Akuakultur

12-12-6Fish1a

Penggunaan obat-obatan dalam produksi hewan air ditiap negara bervariasi. Hal ini terjadi sebagai konsekuensi dari persyaratan persetujuan dan peraturan yang berbeda. Jepang misalnya, memiliki 29 individu atau kombinasi antibiotik yang disetujui untuk digunakan pada hewan air (Okamoto 1992), sementara AS hanya 2 saja (Oxytetracycline dan potentiated sulfonamide / sulfadimethoxine:ormetoprim). US FDA (Young 2002) baru-baru mengeluarkan daftar obat yang digunakan secara internasional dalam produksi hewan akuatik yang tidak disetujui untuk digunakan di Amerika Serikat.

US Food and Drug Administration (FDA) hanya menyetujui obat yang untuk digunakan dalam budidaya domestik.sebagai berikut:
o Chorulon® (NADA 140-927)
o Finquel® (NADA 042-427)
o Tricaine – S (ANADA 200-226)
o Formalin – F® (NADA 137-687)
o Paracide – F® (NADA 140-831)
o Parasite – S® (NADA 140-989)
o Terramycin® (NADA 038-439)
o Romet – 30® (NADA 125-933)
o Sulfamerazine (NADA 033-950)

Obat yang digunakan di negara lain dalam budidaya ikan termasuk Jepang adalah sebagai berikut:

o Acriflavine
o Amoxicillin
o Ampicillin
o Benzocaine
o Bicozamycin
o Chloramphenicol
o Colistin sulfate
o Doxycyline
o Erythromycin
o Florfenicol
o Flumequine
o Fosfomycin
o Fruluphenicol
o Furanace
o Furazolidone
o Josamycin
o Kanamyacin
o Kitasamycin
o Lincomycin
o Malachite green
o Methyldihydrotestosterone
o Methylene blue
o Miroxis acin
o Nalidixic acid
o Nitrofurantoin
o Novobiocin
o Nifurstyrenate (bahan ELBAYOU)
o Oleandomycin
o Oxolinic acid
o Spiramycin
o Thimphenicol

Di Indonesia penggunaan obat untuk ikan diatur dalam Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor KEP.20/MEN/2003 Tentang Klasifikasi Obat Ikan.

Ada penelitian ilmiah yang merekomedasikan bahwa penggunaan antibiotik dalam industri akuakultur menyebabkan kerugian bagi manusia atau lingkungan. Gunakan obat untuk akuakultur dengan bijak. 

fish-antibiotics

Sumber: thenaa.net dan DKP

Kematian awal larva Patin dan solusinya.

FB Upload -IMG00368-20130625-2109Baik di Indonesia dan Vietnam, pemeliharaan larva Patin mempunyai tingkat kesulitan tersendiri. Karena survival rate (SR) yang didapatkan pembudidaya sangat berragam, dan umumnya SR yang didapat rendah bila tidak memberikan perlakuan khusus pada air sebagai media hidup larva.

Minggu pertama merupakan periode paling kritis bagi larva Patin, dan perilaku kanibalisme disinyalir sebagai penyebab utama rendahnya tingkat kelangsungan hidup.

Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jojo Subagja, Jacques Slembrouck,Le Thanh Hung dan Marc Legendre, dengan dua macam percobaan dalam rangka untuk lebih memahami evolusi dan penyebab kematian larva Patin, dari menetas 0 hari hingga usia 8 hari. Percobaan dimaksud untuk menemukan langkah-langkah dalam meningkatkan ketahanan hidup bibit Patin.

Halamid DosisHasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva Patin, tergantung pada kualitas awal larva atau telur dan mortalitas larva itu lebih merupakan konsekuensi dari infeksi patogen dari efek langsung dari kanibalisme. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva secara sistematis meningkat ketika membesarkan dilakukan dalam air yang mengandung antibiotik (oxytetracycline dengan dosis 5 sampai 20 mg/L). Tingkat kelangsungan hidup dan berat badan rata-rata akhir larva lebih tinggi jika menggunakan antibiotik. Hasil yang sama juga dicapai dengan cara mengaplikasikan desinfektan seperti chloramineT dan formalin.

fish onepennysheet dot comDengan demikian para peneliti lebih merekomendasikan penggunaan disinfektan dari pada penggunaan antibiotik untuk memproduksi bibit Patin.

SR tinggi tanpa antibiotik

SR tinggi tanpa antibiotik

Sumber: http://www.sciencedirect.com

Definisi Part Per Million (ppm)

FB Upload -indoor hatchery

Pendederan bibit Patin tahap awal, yaitu memelihara larva Patin yang baru menetas sampai ukuran 3/4″ biasanya membutuhkan waktu sekitar 20 hari. Dengan standarad kelangsungan hidup (SR) menurut FAO berkisar antara 40-50%.

Di Jawa Barat, ada pembudidaya yang mampu meningkatakan SR dikisaran 70%, bahkan kadang mencapai 100% dengan melibatkan zat kimia dalam berbudidaya. Penggunaan obat antibiotik tertentu dengan dosis 3 ppm menurut sebuah penelitian mampu mendapatkan SR dikisaran 83%.

Menjaga dosis obat sesuai peruntukan adalah penting guna menjaga lingkungan tetap mudah dikontrol. Untuk itu perlu diketahui tentang ukuran dosis obat yang biasa diukur dengan satuan ppm (part per million).

Apakah ppm itu.

ppm adalah istilah dalam ilmu kimia singkatan dari part per milion atau dapat diartikan perbandingan konsentrasi zat terlarut dan pelarutnya. Berarti untuk dosis obat mengatakan gunakan 1 ppm, maka gunakan 1 bagian obat itu untuk satu juta bagian pelarutnya misalkan air.

Bila obat itu berbentuk cair dan akan digunakan dalam air, karena sama-sama air yang berat jenis atau BJ=1, maka hitung-hitungannya jadi mudah. Kalau dosis 1 ppm obat cair, artinya gunakan obat tersebut 1 cc untuk 1.000.000 cc air.

chloramine-t-250x250Namun bila tertera dosis 1 mg/L maka akan setara dengan 1.001142303 ppm, sehingga terkadang disebutkan 1 mg/L sama dengan 1 ppm.

Contoh:

Sebuah aquarium ukuran 100cm x 200cm ketinggian air 40cm, maka volume dalam aquarium tersebut adalah 800.000 cm3 sama dengan 800 Liter.

Bila menggunakan Halamid® untuk meningkatkan SR dan bobot larva patin dengan dosis 1.5 ppm dalam satu aquarium 800 Liter air dibutuhkan Halamid® seberat 1.2 gram.

Dengan dosis Halamid® 1.5 ppm dalam sebuah pernelitian mampu mendapatkan SR sebesar 81.1%. Dosis tersebut setara dengan penggunaan Oxytetracycline dengan dosis 10 ppm.

Halamid® diklaim tidak meninggalkan residu pada ikan dan tidak bertentangan dengan MRL (Maximum Residue Limit) yang ditetapkan oleh EMEA (European Medicines Agency). Di Indonesia Halamid® memiliki kandungan zat yang setara dengan Unides produk dari PT Polaris Surya Indonesia

Halamid DosisEmpangQQ dari berbagai sumber.

Gangguan Kesehatan Bibit Ikan Patin

Prevention is better than cure

Dalam dunia kesehatan ada ungkapan yang sangat popular, Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Begitu pula didunia perikanan, ungkapan tersebut harus benar-benar menjadi prioritas utama sebelum mulai memelihara ikan, khususnya pada usaha budidaya ikan Patin.

Langkah-langkah pencegahan penyakit :
(1) Menjaga kebersihan wadah pemeliharaan,
(2) Menjaga stabilitas suhu agar tetap panas antara 28-31°C,
(3) Pakan terbebas dari parasit dan jamur,
(4) Menjaga kondisi air agar tetap baik yang selalu bersih dari sisa pakan.

Gangguan kesehatan pada bibit patin dapat disebabkan oleh bakteri, parasit dan jamur. Cara pengobatan dan obat yang digunakan terhadap penyakit tersebut berbeda-beda.

Bakteri yang umum menyerang benih ikan patin adalah bakteri Aeromonas hydrophylla.
Tanda klinis bila ikan terserang penyakit ini bervariasi dan terkadang menyerupai penyakit lain,

Ciri ikan Patin terserang Aeromonas hydrophylla:
• Permukaan tubuh ikan ada bagian-bagian yang berwarna merah darah, terutama pada bahagian dada, pangkal sirip dan perut,
• Selaput lendir berkurang, tidak licin,
• Di beberapa bagian tubu ikan kulitnya melepuh,
• Sirip rusak dan pecah-pecah,
• Insang rusak dan berwarna keputih-putihan sampai kebiru-biruan,
• Ikan lemah, hilang keseimbangan serta mudah ditangkap.

Cara pengobatan:
Sebelum pengobatan dimulai, air disipon dari wadah pemeliharan sekitar 30%, buang endapan kotoran sebersih mungkin dan jangan dulu ditambahkan air.

aeromonas

Awal ciri keberadaan bakteri Aeromonas

Bila bibit Patin yang belum terinfeksi parah dapat diobati dengan Kalium Permanganat (PK) dengan dosis 2 gram/m3 dicampur dengan 1 liter air bersih aduk hingga rata lalu tebarkan pada wadah pemeliharaan. Biarkan selama 30 – 60 menit, dan amati perkembangan bibit Patin yang sakit. Apabila ikan memperlihatkan gejala keracunan – berenang tidak seperti biasanya, segera tambahkan air tendon ke dalam wadah pemeliharan.

Aeromonas

Akibat bakteri Aeromonas

Bila bibit Patin sudah cukup parah terinfeksi, gunakan pengobatan dengan Oxytetracyclin (OTC) sebanyak 5 gram/m3 dicampur dengan 1 liter air diaduk sampai obat larut sempurna, lalu tebarkan larutan tersebut ke dalam wadah pemeliharaan. Biarkan selama 3 jam, setelah itu tambahkan air segar. Pengobatan dengan OTC disarankan tidak lebih dari 3 hari.

Gangguan selain bakteri yang sering menghinggapi bibit Patin adalah parasit Ichthyopthirius multifilis atau yang umum dikenal dengan nama White spot. Jenis parasit ini sering muncul pada awal, akhir, dan selama musim hujan. Bila bibit Ikan patin terjangkit parasit ini terlihat jelas, kesat mata, bintik putih pada badan ikan, yang demikian pertanda parasit white spot sudah berkembang pesat. Dengan bantuan mikroskop dapat dilihat bentuk white spot seperti dalam pada gambar.

Cara pengobatannya gangguan parasit:

Sebelum melakukan pengobatan parasit white spot, diwajibkan menyipon air wadah pemeliharaan rata diseluruh dasar wadah. Mengingat spora white spot akan berada didasar wadah sebelum menetas dan gentayangan mencari inang sebagai media hidup. Hati-hati dengan air buangan dari wadah pemeliharaan bibit ikan yang terserang, jangan sampai mengalir ke wadah pemeliharaan ikan lainnya.

Bila serangan white spot belum begitu parah, dapat dicoba dengan pengobatan 1 ppt (1 kg/m3 air) garam ikan. Diasumsikan wadah pemeliharaan berisi 1 m3 air, gunakan 1 kg garam ikan ke dalam 2 liter air, kemudian aduk sampai sempurna lalu tebarkan larutan tadi ke dalam wadah pemeliharaan. Biarkan selama 1 jam dan lakukan pengawasan secara terus menerus. Apabila benih ikan terlihat gelisah, segera tambahkan air tandon ke dalam wadah pemeliharaan,

Bila serangan white spot sudah cukup parah, maka dapat juga menggunakan Formalin.
Pengobatan dengan formalin menggunakan dosis 10 ml formalin teknis per 1 m3 air wadah pemeliharaan benih patin. Formalin teknis adalah formalin dengan kadar 40%. Cara pengobatan, semprotkan 10 ml formalin ke dalam 1 m3 air dalam wadah pemeliharaan secara merata lalu aduk air dalam wadah pemeliharaan menggunakan alat dengan lembut, agar bibit ikan yang memang sudah stress semakin stress hingga memperburuk kondisi ikan. Biarkan selama 3 jam dalam pengawasan terus menerus, apabila ikan memperlihatkan gejala tidak kuat biarkan selama 3 atau 5 menit, lalu segera tambahkan air segar ke dalam media pemeliharaan. Pengobatan dengan Formalin sebaiknya dihindari mengingat sulitnya mendapatkan Formalin dipasaran akibat ulah oknum pengrajin makanan yang menggunakan formalin sebagai campuran bahan pengawet makanan.
.
Bila Formalin sulit didapatkan, gunakan Methylene blue. Caranya dengan mencampur 1 gram serbuk Methylene blue dengan 100 cc air bersih (matang). Selanjutnya campurkan 1-2 cc larutan tersebut untuk 1 liter air pemeliharaan kemudian diaduk secara merata dan biarkan selama 24 jam. Apabila masih belum sembuh bisa dilakukan pengobatan dengan cara diatas sampai 3 kali pengobatan.

Aeromonas hydrophylla dan White Spot adalah dua gangguan kesehatan pada bibit ikan yang paling menimbulkan kerugian, untuk itu pengetahuan pengenai siklus hidup kedua makhluk tersebut sangat membantu pembudidaya mencegah dan mengobatinya.

dolphin-leaping-out-of-water-doing-an-aerial-loop