Posts from the ‘Penyakit’ Category

​Mengenali Gejala Penyakit Columnaris

Columnaris adalah bakteri gram negatif, bakteri aerobik. Artinya bakteri ini dapat tumbuh subur dalam kolam yang kadar oksigennya baik, berair ‘bersih’.

Tidak seperti beberapa penyakit lain yang tumbuh subur di O2 rendah, air kolam keruh atau muatan organik tinggi.

Penyakit Columnaris atau Saddleback Disease ini disebabkan oleh bakteri flavobacterium umum ditemukan di semua kolam ikan. Keberadaan mereka tidak menjadi masalah sampai ikan baru yang membawa penyakit diditebar ke kolam atau ikan melemah atau terluka sehingga bakteri flavobacterium dapat hinggap dan berkembang biak menjadi penyakit, kemudian akan menyebar dengan cepat keseluruh kolam.

Bakteri ini akan tumbuh subur dan bereproduksi lebih cepat dengan suhu air di atas 26℃. Dengan suhu dibawah 26℃  bakteri ini tetap bereproduksi, walau tidak akan secepat suhu diatas itu.

Identifikasi 

Penyakit ini membingungkan dan sulit untuk diidentifikasi pada awalnya karena ada empat starin (jenis) yang menyebabkan penyakit ini, kalau flavobacterium yang menyerang strain yang bergerak lambat, gejala penyakit dapat terlihat warna putih pucat di sirip punggung ikan, sehingga penyakit juga dinamai sebagai Saddleback Disease,

Foto: Andri Arifin

Untuk strain flavobacterium yang bergerak lebih lambat lagi akan menyebabkan penyakit moncong putih ( Cottonwool atau Cottonmouth Desease),  karena ikan yang sakit akan terlihat seperti ada lapisan  kapas di sirip, sisik dan sering di mulut mereka.

Dengan strain flavobacterium yang bergerak lebih cepat hampir tidak ada gejala terlihat. Suatu hari ikan akan baik-baik saja, hari berikutnya mati.

Gejalan umum dari penyakit ini antara lain:

  • Ikan menyendiri
  • Berenang dipermukaan kesulitan bernafas,
  • Terlihat pucat dan / atau kembung di sekitar daerah sirip dada atau ventral,
  • Berenang lemah.
  • Atau berenang tidak menentu seperti ada sesuatu yang terjadi dengan kandung kemihnya,

Pada akhirnya ikan yang sakit akan berada di dasar kolam dan mati. Diikuti dengan ikan lain dengan cepat. Kematian masal bisa terjadi dalam waktu 12-48 jam.

Ini akibat bakteri menyerang jaringan insang sehingga ikan akan kesulitan bernafas di dalam kolam atau di permukaan air. Begitu bakteri flavobacterium masuk dalam aliran darah, kematian terjadi sangat cepat.

Sumber: CindiL

Desinfektan: Glutaraldehyde

Definisi

Glutaraldehyde merupakan desinfektan golongan aldehyde, termasuk desinfektan yang kuat, spektrum aplikasi luas, dapat membunuh mikroorganisme dan virus. Bekerja dengan cara denaturasi protein dan umum digunakan dalam campuran air konsentrasi 0,5% – 5%. Keunggulan golongan aldehyde adalah sifatnya yang stabil, persisten, efek samping minimal, dapat dibiodegradasi dan tidak menyebabkan kerusakan pada material peralatan. Larutan glutaraldehyde 2% efektif terhadap bakteri vegetative seperti Mycobacterium tuberculosis, fungi dan virus akan mati dalam waktu 10 – 20 menit (Rusmah, 1993; Sukhija et al., 2010).

Mekanisme Kerja

Mikroorganisme Target Mekanisme Aksi Glutaraldehyde
Spora bakteri Konsentrasi rendah: Menghambat perkecambahan spora

Konsentrasi tinggi: Berinteraksi kuat dengan lapisan luar sel.

Mycobacteria Aksi belum diketahui secara pasti, namun kemungkinan melibatkan interaksi dengan dinding sel mycobacteria.
Bakteri lain yang tidak berspora Membentuk ikatan yang kuat dengan lapisan  pada bakteri gram positif dan gram negatif, hubungan silang asam amino pada protein, menghambat proses transport ke dalam sel
Fungi Berinteraksi dengan dinding sel fungi
Virus Mekanisme aksi melalui interaksinya dengan DNA-protein secara silang dan pergantian capsid.
Protozoa Mekanisme aksi belum diketahui.

 

Dosis

Larutan glutaraldehyde 2% direkomendasikan untuk sterilisasi peralatan bedah, daerah operasi, perawatan endodontik intrakanal dan sterilisasi bahan cetak alginat pada bidang kedokteran gigi. Studi menunjukkan bahwa glutaraldehyde adalah fiksatif yang efektif dengan efek samping minimal, penetrasi terbatas dan kerja cepat. Studi pulpotomi menggunakan glutaraldehid sebagai agen fiksatif menghasilkan tingkat keberhasilan yang tinggi (Rusmah, 1993).

Produk

  • Agrigerm (sedian cair, setiap liter mengandung glutaraldehida 40 g, glikosal 32 g, formaldehyde 31,5 g, oimetil didesil ammonium klorida 100 g. produksi lab.ceetal-perancis.
  • Aldekol des 02 (sedian cair, mengandung isopropanole, formaldehyde, glutaraldehide, dan benzalkonium chloride. Produksi ewabo chemikalien GmbH, jerman/satwa jawa jaya.
  • Alcide (sedian cair, mengandung glutaraldehide, coco benzyl dimethylammonium chloride . digunakan untuk desinfeksi. Produksi surya hidup satwa.
  • Biodan (sedian cair, komposisinya glutaraldehyde 15%, cocobenzil dimethyl ammonium kloride 10 % sebagai desinfektan. Produksi vaksindo satea nusantara.
  • Formades (sedian cair, setiap liter mengandung formalin 240 g, glutaraldehide 40 g, benzalkoinun klorida 30 g. penggunaan desinfektan, produksi medion.
  • Omnicide (sedian cair, mengandung glutaraldehide, dimetil cocobenzil ammonium chloride. Desinfeksi, produksi Coventry chemical limited inggris/pimaimas citra.
  • Sanitas-151 (sedian cair, komposisi glutaraldehide 15 % benzalkonium chloride 10 %. Sebagai antiseptic dan desinfektan. Produksi mitravet.

Penulis: Munajat Putri

Pantogen

Patogen (Bahasa Yunani: “penyebab penderitaan”) adalah agen biologis yang menyebabkan penyakit pada inangnya.[1] Sebutan lain dari patogen adalah mikroorganisme parasit.[2] Umumnya istilah ini diberikan untuk agen yang mengacaukan fisiologi normal hewan atau tumbuhan multiselular. Namun, patogen dapat pula menginfeksi organisme uniselular dari semua kerajaan biologi.[1]
disease_venns
Umumnya, hanya organisme yang sangat patogen yang dapat menyebabkan penyakit, sementara sisanya jarang menimbulkan penyakit. Patogen oportunis adalah patogen yang jarang menyebabkan penyakit pada orang-orang yang memiliki imunokompetensi (immunocompetent) namun dapat menyebabkan penyakit/infeksi yang serius pada orang yang tidak memiliki imunokompetensi (immunocompromised).[1] Patogen oportunis ini umumnya adalah anggota dari flora normal pada tubuh.[1] Istilah oportunis sendiri merujuk kepada kemampuan dari suatu organisme untuk mengambil kesempatan yang diberikan oleh penurunan sistem pertahanan inang untuk menimbulkan penyakit.[1]

Pada umumnya semua patogen pernah berada di luar sel tubuh dengan rentang waktu tertentu (ekstraselular) saat mereka terpapar oleh mekanisme antibodi, namun saat patogen memasuki fase intraselular yang tidak terjangkau oleh antibodi, sel T akan memainkan perannya.[3]

Sel T adalah sel di dalam salah satu grup sel darah putih yang diketahui sebagai limfosit dan memainkan peran utama pada kekebalan selular. Sel T mampu membedakan jenis patogen dengan kemampuan berevolusi sepanjang waktu demi peningkatan kekebalan setiap kali tubuh terpapar patogen. Hal ini dimungkinkan karena sejumlah sel T teraktivasi menjadi sel T memori dengan kemampuan untuk berkembangbiak dengan cepat untuk melawan infeksi yang mungkin terulang kembali. Kemampuan sel T untuk mengingat infeksi tertentu dan sistematika perlawanannya, dieksploitasi sepanjang proses vaksinasi, yang dipelajari pada sistem kekebalan tiruan.

Virulensi

Virulensi adalah derajat tingkat patogenitas yang diukur oleh banyaknya organisme yang diperlukan untuk menimbulkan penyakit pada jangka waktu tertentu.[4][2] Virulensi berkaitan erat dengan infeksi dan penyakit: infeksi merujuk pada suatu situasi di mana suatu mikroorganisme telah menetap dan tumbuh pada suatu inang, dalam hal ini mikrorganisme tersebut dapat melukai atau tidak melukai inangnya; sementara penyakit adalah kerusakan atau cedera pada inang yang mengganggu fungsi tubuh inang. [2] Sebagai contoh, dosis letal 50%/ 50%lethal dose (LD50) adalah jumlah organisme yang diperlukan untuk membunuh setengah dari jumlah inang yang diserang.[4] Sementara dosis infeksius 50%/ 50%infectious dose (ID50) adalah jumlah organisme patogen yang dibutuhkan untuk menginfeksi 50% dari total inang yang diserang. ID50 dari tiap organisme berbeda-beda, sebagai contoh, Shigella memiliki ID50 kurang dari 100 organisme sementara Salmonella memiliki ID50 sekitar 100.000 organisme.[4] Dosis infeksius dari suatu organisme tergantung dari faktor virulensi mereka.[4]
Faktor Virulensi Bakteri

Transmisibilitas: Tahap pertama dari proses infeksi adalah masuknya mikroorganisme ke dalam inang melalui satu atau beberapa jalur: pernapasan, pencernaan (gastrointestinal), urogenitalia, atau kulit yang telah terluka. setelah masuk, patogen harus melalui brmacam-macam sistem pertahanan tubuh sebelum dapat hidup dan berkembangbiak di dalam inangnya.[4] Contoh sistem pertahanan inang meliputi kondisi asam pada perut dan saluran urogenitalia, fagositosis oleh sel darah putih, dan bermacam-macam enzim hidroitik dan proteolitik yang dapat ditemukan di kelenjar saliva, perut, dan usus halus.[4] Bakteri yang memiliki kapsul polisakarida di bagian luarnya seperti Streptococcus pneumoniae dan Neisseria meningitidis memiliki kesempatan lebih besar untuk bertahan hidup.[4]
Pelekatan: Beberapa bakteri seperti Escherichia coli menggunakan en:pili untuk melekat pada permukaan sel inang mereka.[4] Bakteri lain memilki molekul adhesi/pelekatan pada permukaan sel mereka atau dinding sel yang hidrofobik seingga mereka dapat menempel pada membran sel inang.[4] Pelekatan meningkatkan virulensi dengan cara mencegah bakteri terbawa oleh mukus atau organ karena aliran cairan seperti pada saluran urin dan pencernaan.[4]
Kemampuan invasif: bakteri invasif adalah bakteri yang dapat masuk ke dalam sel inang atau menembus permukaan kelenjar mukus sehingga menyebar dari titik awal infeksi.[4] Kemampuan invasif didukung oleh adanya enzim yang mendegradasi matriks ektraseluler seperti kolagenase.[4]
Toksin bakteri: Beberapa bakteri memproduksi toksin atau racun yang dapat dibagi menjadi dua jenis yaitu: endotoksin dan eksotoksin.[4] Eksotoksin adalh protein yang disekresikan oleh bakteri gram positif dan gram negatif. Di sisi lain, endotoksin adalah lipopolisakarida yang tidak disekresikan melainkan terdapat pada dinding sel bakteri gram negatif.[4]

 

Rujukan:

1 ^ a b c d e Warren Levinson. 2008. Review of Medical Microbiology & Immunology, Tenth Edition. New York: The McGraw-Hill Companies, Inc
2 ^ a b c d Madigan MT, Martinko JM, Brock TD. 2006. Brock Biology of Microorgnisms. New Jersey: Pearson Prentice Hall.
3 ^ (Inggris)”Figure 10.4. Pathogens found in various compartments of the body”. Charles A. Janeway, et al. Diakses 2010-03-17.
4 ^ a b c d e f g h i j k l m n Harvey RA, Champe PC, Fisher BD, Strohl WA. 2007. Microbiology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkin

Sumber: id.wikipedia.org

Diagnosa Infeksi Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp

Dactylogyrus sp.

Dactylogyrus sp termasuk dalam filum: Vermes; Sub filum: Platyhelminthes; Kelas: Trematoda; Ordo: Monogenea; Famili: Gyrinidae; Genus: Dactylogyrus; Spesies: Dactylogyrus sp. (Handajani dan Samsundari, 2005).

Dactylogyrus merupakan cacing pipih (fluke) yang termasuk dalam parasit kelas trematoda monogenea. Cacing ini banyak menginfeksi ikan (Griffiths, 2008). Dactylogyrus memiliki alat penyerang yang disebut haptor atau ophishaptor. Sistem pencernaan sangat sederhana, mulut pada ujung anterior, dikelilingi oleh alat penghisap (Levine, 1994). Panjang parasit ini 0,2-0,5 mm dengan panjang maksimumnya 2.0 mm dan bagian posterior dilengkapi dengan 7 pasang kait tepi (marginal hooks) dan terdapat 1 pasang kait tengah (median hooks) pada ophishaptornya serta di bagian anterior terdapat 2-4 pigment spot atau mata  (Anonim, 2005).

Siklus hidup Dactylogyrus adalah secara langsung. Telur menetas kemudian menjadi larva bersilia yang disebut oncomiracidium, yang menyerang hospes atau hanya hidup bebas di air sebelum menempel pada hospes. Oncomiracidium menyerang hospes melalui organ posteriornya yang disebut opisthaptor (Anonim, 2000). Dactylogyrus sp. termasuk ovipar (Anonim, 2007). Telurnya sangat tahan terhadap senyawa kimia atau desinfektan sehingga untuk pemberantasan memerlukan tindakan yang bertahap dengan menggunakan lebih dari satu metode atau agensia pengendali parasit (Irianto, 2005).

Pada ikan air tawar, monogenea mampu membuat insang menjadi pucat dan swollen, membuat respirasi meningkat, dan ikan menjadi rendah toleran terhadap oksigen. Sebagian besar monogenea baik yang menyerang kulit maupun insang mampu membuat perubahan yang berarti pada tingkat kerusakan dan mortalitas. Infeksi sekunder dari bakteri dan jamur dapat terjadi pada jarinngan yang telah rusak oleh monogenea (Reed et al, 2005). Semua Dactylogyrus sp. akan merangsang sekresi mukus berlebihan, dapat menyebabkan tepi lamella insang tercabik atau luka. Pada infeksi berat akan mengganggu penyerapan oksigen sehingga ikan kekurangan oksigen dan operkula memerah (Irianto, 2005). Kulit juga pucat, bintik-bintik merah dibagian tubuh tertentu, produksi lendir tidak normal dan pada sebagian atau seluruh tubuh berwarna lebih gelap, sisik dan kulit terkelupas. Organ target Dactylogyrus adalah lamela primer (Kordi, 2004).

Dactylogyrus in fish

Parasit ini akan terlihat bila filamen insang dipisahkan dari arkus insang dan ditaruh pada kaca obyek yang ditutupi kaca penutup lalu diperiksa, karakteristik identifikasi berdasarkan kait dan matanya (Anonim, 2004).

Penulis: drh

Diagnosa Infeksi Aeromonas hydrophila

Hemorrhagic liver due to Aeromonas hydrophila infection

Bakteri Aeromonas pada Liver ikan

Infeksi bakteri merupakan salah satu masalah yang serius dalam pemeliharaan ikan, karena itu diagnosa yang dilakukan terhadap penyakit bakterial harus dilakukan dengan setepat mungkin. Selama bertahun-tahun banyak bakteri yang sudah dapat diidentifikasi sebagai penyebab sakit pada ikan salah satunya Aeromonas (Dixon, 1990). Aeromonas terdapat di air tawar, tanah dan pada ikan (Post, 1987). Merupakan bakteri patogen oportunik yang dapat menjadi fatal jika lingkungan kurang bagus, hospes lemah, atau patogen utama.

Bakteri Aeromonas termasuk ke dalam family Pseudomonadaceae dan terdiri dari tiga spesies utama, yaitu A. punctata, A.hydrophila dan A.liquiefacieus yang bersifat patogen. Bakteri Aeromonas umumnya hidup di air tawar, terutama yang mengandung bahan organik tinggi. Ada pula yang berpendapat bahwa bakteri Aeromonas dapat hidup dalam saluran pencernaan (Afrianto dan Liviawaty, 1992).

Aeromonas hydrophila merupakan bakteri bersifat Gram negatif dan berbentuk batang. Merupkan agensia penyebab penyakit hemoragik septikemia (Bacterial Hemorrhagic Septicemia) atau MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) atau ulcer disease atau red sore disease pada beragam spesies ikan air tawar (White, 1991). Pada umumnya Aeromonas hydrophila merupakan oportunis karena penyakit yang disebabkannya mewabah pada ikan-ikan yang mengalami stress atau pada pemeliharaan dengan padat tebaran yang tinggi.

Aeromonas hydrophila dapat diisolasi dari ginjal atau darah pada media nutrien biasa. Koloni berwarna putih kekuningan, circular, conveks terbentuk dalam waktu 24 jam pada suhu 22-28°C.  Aeromonas hydrophila mungkin penyebab paling penting wabah penyakit yang parah pada ikan air tawar yang dibudidaya di kolam dan ikan liar (Roberts, 2001).

Aeromonas hydrophila dapat dibedakan dari Aeromonas salmonicida dengan uji-uji biokemis. Perbedaan karakter atau sifat-sifat biokimia antara Aeromonas salmonicida dengan Aeromonas hydrophila:

Diagosa Infeksi Aeromonas

Ikan yang terinfeksi Aeromonas hydrophila biasanya pada keadaan stress karena suatu faktor dan menunjukkan warna yang lebih gelap dengan hemoragi iregular yang luas pada permukaan tubuh dan basis (pangkal) sirip serta ascites. Hemoragi pada permukaan tubuh mungkin mengalami ulserasi membentuk lesi nekrotik yang dangkal. Terdapat lesi kulit dasar sirip dengan area hemoragi yang bervariasi dan nekrosis hingga ke otot.  Organ internal pada ikan yang dinekropsi terlihat kongesti dengan hemorhagi pada organ dalam (Roberts, 2001). Hemorrhagic septicaemia juga ditandai dengan adanya lesi permukaan yang kecil, sering diikuti dengan lepasnya sisik, hemorhagi lokal biasanya pada insang, ulser, abses, exopthalmia dan distensi abdominal. Organ bagian dalam mungkin mengalami akumulasi cairan asites, anemia dan kerusakan organ terutama ginjal dan hati (Austin dan Austin, 1987).

Tampak adanya nekrosis pada ren, jaringan hemopoetik lien, begitu pula terjadi pada jantung, hati, dan pankreas. Selaput mukosa intestinal biasanya mengalami nekrosis dan terlepas ke lumen, kulit mengalami oedema yang parah pada bagian dermis dan hiperemia pada stratum retikularis, epidermis mengalami spongiosis dan ulserasi diikuti nekrosis hemorhagik sampai ke otot bagian bawah, tetapi biasanya lesinya lebih superfisial daripada vibriosis (Moeller, 2001).

Pengendalian dilakukan dengan antibiotik atau sulfonamid yang poten, tetapi ikan yang terinfeksi biasanya anoreksia, pengobatan secara parenteral mungkin diperlukan. Pengobatan harus diikuti dengan perbaikan lingkungan dan menghilangkan stressor (Roberts, 2001).

Penulis : drh Dewi Murni