Posts from the ‘budidaya ikan Patin’ Category

KERAGAAN IKAN PATIN SIAM UNGGUL TUMBUH CEPAT DARI BRPI SUKAMANDI

Oleh: Jadmiko Darmawan, Suharyanto, Evi Tahapari, Wahyu Pamungkas dan Ika Nurlaela

Pengantar

Saat ini 80% pangsa pasar ikan Patin di dunia dikuasai oleh Vietnam. Indonesia dengan sumber daya yang melimpah seharusnya mampu bersaing dalam rangka pemenuhan pangsa pasar tersebut dengan peningkatan produksi ikan Patin nasional. Peningkatan produksi dapat dilakukan melalui perbaikan mutu genetik salah satunya adalah melakukan kegiatan seleksi untuk mendapatkan ikan Patin Siam unggul tumbuh cepat. Balai Riset Pemuliaan Ikan (BRPI) Sukamandi, selama 10 tahun terakhir telah melakukan kegiatan seleksi ikan Patin Siam dalam rangka pembentukan kandidat ikan Patin Siam unggul tumbuh cepat.

Proses Seleksi

Kegiatan seleksi diawali dengan pembentukan populasi dasar (FO) yang diperoleh melalui persilangan ikan Patin Siam koleksi yang ada di BRPI. Saat ini kegiatan seleksi telah menghasilkan ikan Patin Siam generasi kedua (F2). Ikan Patin Siam generasi pertama (F1) memiliki nilai respon seleksi 20,91% dan generasi kedua menghasilkan nilai respon seleksi sebesar 17,95%, sehingga akumulasi nilai respon seleksi pada dua generasi sebesar 38,86%. Dengan nilai respon seleksi yang relatif besar diharapkan ikan Patin Siam generasi kedua memiliki performa pertumbuhan lebih baik dibandingkan dengan ikan Patin Siam dari masyarakat (benih UPR). Dengan demikian diharapkan mampu mendongkrak produksi ikan Patin nasional untuk pemenuhan kebutuhan domestik dan ekspor fillet ikan Patin dunia.

Metodologi

Penelitian dilakukan pada berbagai ekosistem dan lokasi sentra budidaya ikan Patin Siam. Lokasi yang digunakan untuk uji performa meliputi daerah dataran tinggi, yaitu di Waduk Darma – Kuningan dengan menggunakan kerambajaring apung. Sedangkan untuk di daerah dataran rendah yaitu di Balai Penelitian Ikan Sukamandi dengan menggunakan kolam tembok ukuran 50 m2. Untuk uji multilokasi di sentra budidaya dilakukan di Lampung dan Tulungagung (Gambar 1). Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan PatinSiam F2 dengan ukuran 4-5 inchi (t20 g) dan sebagai pembanding digunakan ikan Patin Siam yang berasal dari UPR Lokal. Padat penebaran ikan uji berkisar antara 10 — 22 ekor/m’, menyesuaikan kebiasaan pemeliharaan yang dilakukan oleh pembudidaya di masing-masing lokasi pengujian. Pakan ikan yang diberi berupa pelet komersial tenggelam dengan kadar protein 28% sebanyak 3-5% bobot biomas per hari.

Patin Perkasa

Gambar 1. Lokasi Uji Multilokasi Pembesaran Ikan Patin Seleksi. (A= KJA Waduk Darma Kuningan; B= Kolam Tembok Politeknik Negeri Lampung; C= Kolam Jaring Sukamandi Pengamatan dilakukan pada pertumbuhan (panjang total, panjang standar dan bobot), FCR dan SR yang dilakukan setiap bulan

Hasil dan Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan ikan Patin Siam unggul tumbuh cepat generasi kedua dari BRPI Sukamandi memiliki perforrnapertumbuhan 16,61 — 35,98 % lebih baik dibandingkan dengan ikan Patin Siam yang berasal dari UPR lokal pada berbagai lokasi dan ekosistem budidaya selama 6 bulan pemeliharaan (Gambar 1).

Sumber: https://bppisukamandi.kkp.go.id/

Keseimbangan: Ikan, Lingkungan dan Patogen.

Setidaknya ada tiga penyebab utama penyakit pada ikan:

  • Keberadaan patogen lingkungan
  • Daya tampung kolam.
  • Lingkungan air yang tidak nyaman.

Keseimbangan.

Patogen (misalnya bakteri, virus, jamur dan parasit) umumnya ditemukan di semua perairan, namun ikan memiliki daya tahan yang cukup terhadap pantogen. Mereka juga dapat menyesuaikan diri dengan perubahan lingkungan dan sehingga dapat menghindari penyakit akibat infeksi patogen.

Keseimbangan Ikan, Patogen dan Lingkungan

Patogen Meningkat

Bila keberadaan patogen dalam air meningkat tajam karena faktor eksternal, dan ketahanan alami ikan tidak dapat mengatasi jumlah patogen yang semakin meningkat, ikan akan menjadi rentan terhadap infeksi dan penyakit.

Pantogen Meningkat


Lingkungan Memburuk

Selain itu, faktor eksternal juga dapat menyebabkan perubahan drastis pada kualitas air, sehingga kesehatan ikan memburuk dan daya tahan  ikan menjadi rendah. Menjadi rawan terhadap infeksi patogen dan penyakit ikan atau kematian meningkat.

Lingkungan Tidak Memadahi


#CatfishFabrication

Pengertian Sertifikasi dan Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB)

Sertifikasi adalah adalah rangkaian kegiatan dimana lembaga sertifikasi pemerintah atau lembaga sertifikasi yang telah diakreditasi oleh Komite Akreditasi Nasional memberikan jaminan tertulis bahwa produk, jasa, proses atau individu telah memenuhi persyaratan standar atau spesifikasi teknis tertentu yang dipersyaratkan (Direktorat Perbenihan Dirjen Perikanan Budidaya, 2014).

Dalam Pedoman Umum CPIB (2008) disebutkan bahwa Cara Pembenihan Ikan yang Baik (CPIB) adalah cara mengembangbiakan ikan dengan cara melakukan manajemen induk, pemijahan,  penetasan telur, pemeliharaan larva/benih dalam lingkungan yang terkontrol, melalui penerapan teknologi yang memenuhi persyaratan  biosecurity, mampu telusur (traceability) dan keamanan pangan (food safety).

Dijelaskan lebih lanjut dalam Panduan Check List Audit CPIB Skala Kecil (2014), bahwa persyaratan yang harus dipenuhi dalam CPIB adalah sebagai berikut :

A.      Persyaratan Teknis

1)   Persyaratan lokasi : Bebas banjir dan bahan cemaran, mudah dijangkau, tersedia sumber energi / listrik, serta tersedianya sarana komunikasi dan transportasi.

2)   Persyaratan prasarana dan sarana, meliputi :

a.       Ruangan/Tempat : pengemasan, administrasi, mesin, penyimpanan peralatan, dan penyimpanan pakan, bahan kimia, dan obat-obatan.

b.      Bak/kolam : pengendapan/filterisasi/tandon, karantina induk, pemeliharaan induk, pemijahan dan penetasan, pemeliharaan benih, kultur pakan hidup, penampungan benih hasil panen, dan pengolahan limbah.

c.       Peralatan/mesin : kelengkapan peralatan produksi dan peralatan laboratorium (pH meter dan termometer).

3)   Pengelolaan air, meliputi :

a.       Pengendapan / filtrasi / sterilisasi sehingga air layak untuk pemeliharaan induk/benih dan produksi pakan hidup,

b.      Pengukuran parameter kualitas air (suhu, pH dan Salinitas)

4)   Pengelolaan induk, meliputi :

a.       Pemilihan induk : umur, ukuran dan kualitas sesuai persyaratan serta memiliki Surat Keterangan Asal (SKA)

b.      Karantina induk untuk mencegah masuknya organisme pathogen

c.       Pemeliharaan Induk: kondisi ruangan dan wadah sesuai untuk pematangan gonad, perkawinan, pemijahan, fertilisasi dan penetasan.

5)      Persyaratan pakan, meliputi :

a.       Pakan komersial :

1.      Pakan Komersial yang digunakan telah terdaftar di KKP

2.      Kandungan nutrisi pakan sesuai dengan kebutuhan nutrisi induk/benih

3.      Kemasan pakan harus mencantumkan kandungan nutrisi, cara penyimpanan dan waktu kadaluarsa

4.      Penyimpanan sesuai persyaratan label kemasan

5.      Penyimpanan terpisah dari bahan kontaminan berbahaya

6.      Pemberian pakan sesuai jenis, dosis dan frekuensi

b.      Pakan formula buatan sendiri :

1.      Bahan yang digunakan tidak berbahaya dan tidak dilarang

2.      Kandungan nutrisi pakan sesuai dengan kebutuhan nutrisi induk dan benih yang didukung dengan hasil uji

3.      Penyimpanan sesuai dengan persyaratan

4.      Pemberian pakan sesuai dengan jenis, dosis dan frekuensi

c.       Pakan hidup :

1.      Wadah pakan hidup terpisah dengan bagian lainnya dan tidak mudah terkontaminasi

2.      Pupuk/bahan yang digunakan tidak dilarang

3.      Dilakukan treatment (disinfeksi / bahan lain yang tidak dilarang) untuk pakan hidup dari alam

d.      Pakan segar : Penyimpanan pakan segar harus pada lemari pembeku (freezer)

6)      Pengelolaan Benih : Aklimasi benih di setiap tahapan pemeliharaan, Pengamatan pertumbuhan, sintasan,keseragaman dan abnormalitas, serta Pengamatan kesehatan dilakukan berkala secara visual

7)      Pemanenan Benih : Peralatan dan bahan panen bersih dan sesuai kebutuhan dan Pemanenan benih dilakukan dengan baik untuk mencegah kerusakan fisik dan stress

8)      Pengemasan Benih : Peralatan dan bahan pengemasan bersih dan sesuai kebutuhan dan Kepadatan benih sesuai jenis, umur dan ukuran ikan serta waktu tempuh.

B.       Persyaratan Manajemen

1)      Struktur Organisasi dan SDM

2)      Dokumentasi dan Rekaman

C.       Persyaratan Keamanan Pangan

1)      Sumber air terbebas dari pencemaran

2)      Tidak menggunakan bahan kimia dan obat-obatan yang dilarang oleh KKP

D.      Persyaratan Lingkungan

1)      Sanitasi lingkungan

2)      Melakukan biosecurity

Penulis: Miskun Susilo, A.Md. (Penyuluh Perikanan Pelaksana Lanjutan) 

Resistensi Antibiotik

Resistensi antibiotik adalah kemampuan mikroorganisme untuk mengatasi pengaruh antibiotik.

Dengan kata lain, mikroorganisme yang resisten terhadap antibiotik, misalnya bakteri, akan kebal dan tidak mati walau diberi antibiotik.

Resistensi bakteri terhadap obat terdiri atas beberapa jenis, yaitu

  • Resistensi primer yang merupakan resistensi alamiah terhadap kuman, contohnya bakteri Staphylococcus yang mengandung enzim penisilinase dapat mengubah penisilin menjadi asam penisilinoat yang tidak mampu membunuh kuman itu;
  • Resistensi sekunder, yaitu karena adanya muatan-muatan yang berkembang biak menjadi spesies yang resisten;
  • Resisten episomal atau plasmid yang dapat terjadi karena bakteri mentransfer DNA kepada bakteri lain melalui kontak antarsel bakteri sejenis dan antarbkateri yang berlainan jenis;
  • Resistensi silang, yaitu resistensi bakteri terhadap suatu antibiotic dengan semua derivatnya. Sebagai contoh, penisilin dengan ampisilin, rifampisin dengan rifamisin, dan berbagai jenis sulfonamide. Untuk menghindari resistensi silang, digunakna dosis antibiotic yang relative lebih tinggi daripada dosis efektif minimum dalam waktu singkat.

Cara kerja antibiotik diantaranya:

  • melumpuhkan produksi dinding sel bakteri yang melindungi sel dari lingkungan eksternal
  • mengganggu sintesis protein dengan mengikat mesin yang membangun protein, asam amino dengan asam amino
  • mendatangkan malapetaka dengan proses metabolisme, seperti sintesis asam folat, sebuah vitamin B yang dibutuhkan bakteri untuk berkembang
  • memblokir sintesis DNA dan RNA (1)

Bahaya resistensi antibiotika merupakan salah satu masalah yang dapat mengancam kesehatan ikan. Hampir semua jenis bakteri saat ini menjadi lebih kuat dan kurang responsif terhadap pengobatan antibiotika. Bakteri yang telah mengalami resistensi terhadap antibiotika ini dapat menyebar dari satu akuarium ke akuarium yang lain, dari satu hatchery ke hatchery tetangga lain, sehingga mengancam usaha perikanan dengan hadirnya jenis penyakit infeksi baru yang lebih sulit untuk diobati dan lebih mahal juga biaya pengobatannya.

Gunakan antibiotik dengan bijak untuk Akuakultur yang bertanggung jawab.

Mencegah lebih baik daripada mengobati.

DPR Apresiasi Minapolitan Perikanan Budidaya

Neraca.co.id – Kamis, 26/02/2015

Banjar-Pengembangan kawasan minapolitan telah mendorong peningkatan produksi secara signifikan. Kawasan minapolitan berbasis perikanan budidaya yang merupakan konsepsi pembangunan ekonomi yang berbasis kawasan berdasarkan prinsip – prinsip terintegrasi, efisiensi, dan percepatan pembangunan, telah memunculkan kawasan perikanan budidaya yang baru dan mendukung perekonomian daerah.

“Minapolitan perikanan budidaya telah berhasil menjadi contoh daerah lain yang memiliki potensi serupa, sehingga memberikan dampak yang positif bagi daerah lainnya,” kata Direktur Jenderal Perikanan Budidaya, Kementerian Kelautan dan Perikanan, Slamet Soebjakto, pada saat mendampingi Kunjungan Kerja Komisi IV DPR RI di Cindai Alus, Kab. Banjar, Kalimantan Selatan, kemarin.

Kabupaten Banjar salah satu sentra budidaya ikan Patin

Kabupaten Banjar salah satu sentra budidaya ikan Patin

Kabupaten Banjar merupakan salah satu kabupaten minapolitan berbasis perikanan budidaya dengan komoditas utama adalah patin. “Kawasan minapolitan perikanan budidaya di Kabupaten Banjar ini, mampu secara nyata mendorong pertumbuhan ekonomi daerah. Dalam satu hari mampu menghasilkan 35 – 40 ton patin untuk dipasarkan ke Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah. Disamping itu, kawasan minapolitan ini telah mampu menyerap tenaga kerja dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitarnya,” papar Slamet.

Pakan Mandiri

Gerakan Pakan Mandiri (GERPARI) yang telah dicanangkan oleh Menteri Kelautan dan Perikanan juga telah di terapkan di kawasan budidaya patin Cindai Alus. Pabrik pakan mandiri yang di kelola oleh Bapak Suhadi telah mampu memproduksi pakan patin setiap hari secara rutin. Menurut Pak Suhadi, produksi pakan mandiri yang dia kelola, mampu memproduksi 5 ton pakan setiap hari. “Pakan yang saya produksi ini belum cukup untuk memenuhi kebutuhan pakan di wilayah Cindai Alus. Tetapi dengan Pakan Mandiri ini, kami bisa menurunkan biaya produksi karena harga pakan yang kita produksi harganya lebih murah di banding dengan pakan komersil tetapi kualitasnya tidak kalah dengan pakan pabrikan. Margin yang kita dapat dari budidaya menggunakan pakan mandiri juga meningkat sampai 30 %”, ungkap Suhadi.

FB Upload -Indukan - 1 small

Produksi patin dari kolam Pak Suhadi dengan ukuran 20 x 24 m2, benih 3 inch sebanyak 40 ribu ekor, lama waktu budidaya 7 – 8 bulan, dapat dihasilkan patin ukuran > 800 gr sebanyak 40 ton dengan harga saat ini Rp. 20.000,-/kg.

Data sementara produksi Patin di Propinsi Kalimantan Selatan pada 2014 adalah 25,5 ribu ton. Volume ini setara dengan 6,3 % produksi patin nasional yang mencapai 403 ribu ton. Target produksi patin nasional pada 2015 adalah 604,7 ribu ton dengan target kontribusi produksi dari Kalimantan Selatan sebesar 48,6 ribu ton.

Dirjen Perikanan Budidaya, Slamet Soebjakto, menambahkan bahwa program GERPARI adalah salah satu cara untuk mewujudkan Perikanan Budidaya yang Mandiri, berdaya Saing dan Berkelanjutan. “Dengan kemandirian dalam hal pakan, maka margin atau keuntungan pembudidaya akan meningkat dan kesejahteraannya pun akan meningkat. Melalui GERPARI akan di dorong untuk dibentuk Kelompok Pakan Mandiri yang terpisah dari Kelompok Pembudidaya. Kelompok Pakan Mandiri tugasnya adalah memproduksi pakan untuk di gunakan atau dijual ke pembudidaya. Pemerintah akan mensertifikasi pakan yang di produksi oleh Kelompok Pakan Mandiri ini sehingga kualitasnya terjaga. Ini sejakan dengan kebijakan Menteri Kelautan dan Perikanan, Ibu Susi Pudjiastuti, untuk menjadikan pembudidaya ini menjadi pengusaha UMKM bukan hanya buruh. Sehingga upaya ini harus di dukung dan didorong untuk diwujudkan,” jelas Slamet.

Ditambahkan pula bahwa melalui GERPARI maka minat pembudidaya untuk meningkatkan produksi ikannya menjadi lebih besar karena keuntungan yang dihasilkan akan meningkat. Ini sejalan dengan target produksi perikanan budidaya yang terus di tantang untuk meningkat setiap tahunnya.

Di tempat yang sama, Wakil Ketua Komisi IV DPR RI, Titiek Soeharto, mengatakan bahwa DPR cukup puas dengan keberhasilan pembudidaya patin di kawasan minapolitan perikanan budidaya yang berlokasi di Cindai Alus , Kab. Banjar ini.

“Produksi pakan mandiri terbukti mampu meningkatkan gairah pembudidaya untuk berbudidaya. Karena lebih menguntungkan dan terbukti menyerap tenaga kerja. Masyarakat sekitar lokasi budidaya juga lebih sejahtera. Lokasi ini dapat dijadikan contoh kawasan lain sehingga keberhasilan ini bisa di tularkan. DPR terus mendukung program pemerintah yang berpihak pada rakyat dan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat,” kata Titiek.

Sumber: http://www.Neraca.co.id