Baik di Indonesia dan Vietnam, pemeliharaan larva Patin mempunyai tingkat kesulitan tersendiri. Karena survival rate (SR) yang didapatkan pembudidaya sangat berragam, dan umumnya SR yang didapat rendah bila tidak memberikan perlakuan khusus pada air sebagai media hidup larva.
Minggu pertama merupakan periode paling kritis bagi larva Patin, dan perilaku kanibalisme disinyalir sebagai penyebab utama rendahnya tingkat kelangsungan hidup.
Dalam sebuah penelitian yang dilakukan oleh Jojo Subagja, Jacques Slembrouck,Le Thanh Hung dan Marc Legendre, dengan dua macam percobaan dalam rangka untuk lebih memahami evolusi dan penyebab kematian larva Patin, dari menetas 0 hari hingga usia 8 hari. Percobaan dimaksud untuk menemukan langkah-langkah dalam meningkatkan ketahanan hidup bibit Patin.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva Patin, tergantung pada kualitas awal larva atau telur dan mortalitas larva itu lebih merupakan konsekuensi dari infeksi patogen dari efek langsung dari kanibalisme. Penelitian ini menunjukkan bahwa tingkat kelangsungan hidup larva secara sistematis meningkat ketika membesarkan dilakukan dalam air yang mengandung antibiotik (oxytetracycline dengan dosis 5 sampai 20 mg/L). Tingkat kelangsungan hidup dan berat badan rata-rata akhir larva lebih tinggi jika menggunakan antibiotik. Hasil yang sama juga dicapai dengan cara mengaplikasikan desinfektan seperti chloramine–T dan formalin.
Dengan demikian para peneliti lebih merekomendasikan penggunaan disinfektan dari pada penggunaan antibiotik untuk memproduksi bibit Patin.
Sumber: http://www.sciencedirect.com